“kenapa sich ga mau ku gandeng?”. Anto sebal pada Anil yang
ketika dia jalan bareng ke puncak gunung tidak mau digandeng. Anto berpikir
mungkin Anil malu jalan sama dia. Anto kelihatannya sangat mencintai Anil
sampai ketika mereka berdua berada dalam gua dan sandal Anil putus, Anto ingin
Anil memakai sepatu yang dia pakai.
“ Klo aku pake sepatu kamu, trus kamu pake apa?” Tanya Anil
pada Anto yang ketika itu menyuruh Anil untuk memakai sepatunya.
“ya, kan aku masih pake kaos kaki, jadi pake kaos aja juga
bisa.”.
Anil terharu dan sungguh terkesima dengan pengorbanan Anto
yang begitu besar kepadanya. Selama ini, tidak ada yang mau berkorban demi dia.
Dan mata Anil pun berkaca-kaca memandang wajah Anto secara diam-diam
karena saat itu Anto sedang melihat
pengunjung gua lainnya yang melewati mereka.
Sebenarnya Anil ingin sekali menerima pengorbanan Anto, tapi
dia terlalu takut untuk mencintai dan jatuh cinta lagi. Tapi sepertinya apa
yang dilakukan Anto berikutnya dalam perjalanan itu membuat Anil tidak bisa
memungkiri perasaannya yang mulai jatuh cinta kepada Anto.
Ketika naik kepuncak gunung tersebut Anil kelelahan, maklum
dia anak kota yang termasuk jarang berolahraga. Dia sebenarnya bukan malas tapi
karena memang hobi dia membaca buku, sehingga kebanyakan waktunya dihabiskan
dengan membaca buku dikamar. Anto yang mengulurkan tangannya untuk membantu
Anil tidak dihiraukannya. Anil tetap mendaki walaupun dengan sempoyongan.
Sampai pada saat dia tidak tahan lagi dan kepalanya sangat pusing berat akibat
kekurangan air dan kelelahan akibat tidak terbiasa melakukan hal yang berat dan
capek membuatnya menyerah dan memilih menyingkir dan duduk disebuah batu. Anto
yang memahami kondisi Anil hanya tersenyum dan menawarkan agar mereka istirahat
dulu.
“capek? Sini rebahan dulu”, Anto menawarkan pahanya untuk
direbahi oleh wanita yang disukainya itu.
“rebahan dimana?” jawab Anil cuek.
“ya dipahaku aza, kan
empuk” jawab Anto.
“empuk dari mana badan kamu kurus gitu, yang ada sakit
kayanya. Apalagi badan kamu yang terbuat dari besi itu”, Anil menjawab
seenaknya tawaran Anto.
“hmmmm, dasar..”
Sebenarnya Anil menjawab seperti itu bukan karena dia
menolak, tapi karena gengsi takut dikataiin cewe yang lemah dan manja. Padahal
dia memang cewe yang manja karena dia anak satu-satunya dari ayah dan ibunya.
Walaupun dia anak tunggal, bukan cewe yang suka menghabiskan uang dengan
membeli barang atau melakukan sesuatu hal yang tidak berguna. Dia selalu
melakukan hal yang dia pikir itu hal bermanfaat. Bahkan seringnya menolak
ajakan teman-temannya untuk pergi bersama dia terlihat seperti tidak punya
teman. Di sekolah dia lebih banyak belajar dikelas atau membaca buku
diperpustakaan. Dirumah pun setelah
pulang sekolah hanya membaca buku yang ia pinjam dari perpustakaan sekolah atau
perpustakaan keliling yang dibiayai PT. Adaro dan kontraktor-kontraktor tambang
lainnya.
Anil juga selalu memanfaatkan uangnya seefisien mungkin.
Kalau dia pakai barang yang dia beli itu tidak terlalu atau dia tidak
membutuhkannya dia tidak akan pernah membelinya. Dia berpikir lebih baik
uangnya ditabung. Padahal untuk membeli apapun dia sebenarnya tidak perlu
menabung, cukup meminta pada ayah ayau ibunya maka akan dipenuhi karena
keluarganya memang berkecukupan.
Tapi dia memang sangat mandiri, bahkan saaat sekarang dia
kuliah pun dia tetap berpikir mencari uang untuk kebutuhan-kebutuhan
pribadinya. Dan dia berprinsip, kalau bisa membeli sendiri nagapain harus
minta. Karena itulah, uang yang dikirim ayahnya setiap bulan selalu masuk
kerekeningnya dan dia hanya belanja dengan hasil upahnya mengajar di sebuah
bimbingan belajar dan hasil menjadi guru les privat.
Kehidupan yang serba berkecukupan dan selalu membeli barang
yang dia inginkan membuat dia anggap anak orang kaya yang manja, padahal untuk
membeli semua keinginannya itu dia selalu menabung dan kadang sangat mengirit
pengeluaran agar barang ia inginkan dapat dibeli.
Dan itu juga yang kadang membuat dia sebal sama Anto karena
seberapapun dia berusaha menjelaskan tetap ia dianggap anak orang kaya manja
yang kerjaannya shopping atu menghabiskan uang orang tua dan melakukan hal
tidak berguna.
“bentar dulu ya, aku masih capek”, kata Anil pada Anto.
“iya tau koq, kamu ga pernah olahraga makanya ga tahan
capek, kalau aku sudah terbiasa naik gini doank, kan kalau kerja jalannya gini
juga, malah lebih parah daripada mendaki gini”, tutur Anto.
“hmmmmm…”, jawab Anil.
“ayo lanjut, aku sudah baikan”, ajak Anil pada Anto.
“beneran?”, Tanya Anto pada Anil untuk memastikan.
“iya” , jawab Anil.
Mereka pun kembali melanjutkan mendaki, dan setelah 10 menit
memanjat, akhirnya mereka sampai dipuncak gunung.
Dari atas gunung terlihat pemandangan daerah barabai yang
sangat indah. Dari sebelah timur terlihat Gunung yang menjulang dan sangat
indah, mereka berdua dapat melihat sepuanya karena matahari memang sudah mengarah
kebarat dan kebetulan saat itu jam 5 sore, sehingga cahaya matahari sudah agak
redup. Mereka berada dipuncak sekitar 30 menit, dan selama itu banyak hal
mereka lakukan, seperti berfoto dan juga ngintip orang lagi pacaran. Maklum
saja, puncak gunung itu rada susah untuk didaki dan jarang ada yang mau naik,
jadi tepat sekali bagi dua sejoli yang sering berbuat mesum.
Karena jengah melihat kondisi tersebut, Anil mengajak Anto
turun dan mengajak pulang. Kebetulan saat itu mereka belum sholat ashar,
sehingga dalam perjalanan pulang kembali kerumah, Anil dan Anto singgah
disebuah mesjid. Anil kagum pada Anto yang masih ingat sholat, padahal
kebanyakan laki-laki yang dia kenal selama ini biasanya malas dan sangat susah
diajak sholat apalagi dalam kondisi bepergian. Dari awal kekaguman itulah,
akhirnya benih cinta yang tadinya hanya berupa biji kini mulai bertunas. Dan
setelah selesai sholat ashar, mereka langsung menuju pulang. Namun karena rumah
mereka lumayan jauh, yaitu 2 jam maka dijalan mereka singgah lagi disebuah
mesjid untuk sholat magrib dan makan.
Anil sampai dirumah setelah ba’da isya. Setelah mandi dan
sholat isya ternyata Anto ngesms Anil, “kenapa kamu tidak mau ku gandeng? Malu
ya jalan sama aku?”.
“ga koq, aku justru kamu yang malu kalau jalan sama aku.
Tadi aku ngeliat cewek-cewek mandangin aku ga enak. Habisnya kamu ganteng
sedangkan aku gendut dan jelek. Kamu aja tadi bilang klo aku gendut kaya
ibu-ibu”, balas Anil.
“aku sayang kamu” kata Anto. Saat membaca sms itu Anil
sangat bahagia, dan merasa ingin terbang.
“koq bisa?”, Anil ingin memastikan Anto berkata seperti itu.
“ga suka? Hak kamu” balas Anto. Anto orangnya memang dingin
dan sangat memahami perempuan. Makanya ketika sms Anil bernada menyangsikan
perkataannya, dia menjawab dengan seharusnya perempuan seperti Anil
diperlakukan. Dengan jawaban seperti itu, Anil yang manja semakin penasaran
akan pernyataan Anto.
“ngambek?”, Anil mulai melemah.
“ga” balas Anto.
“trus?”, Tanya Anil lagi.
“kenapa tadi ga mau aku cium dan kugandeng?”
Anil sebenarnya sangat menyukai Anto dan mencintainya.
Bahkan ketika digoa ketika Anto ingin menciumnya dia sangat ingin menerima
ciuman itu dan membalasnya. Namun Anil masih ingat bahwa apa yang akan mereka
lakukan adalah dosa, sehingga Anil selalu menghindar ketika Anto ingin
menciumnya.
“nanya tu lagi, kan tadi dah dijawab”, balas Anil.
“masa itu alasannya?”
“ga percaya”
“iya”, jawab Anto.
Anil akhirnya menyadari bahwa Anto takkan pernah puas dengan
alibi yang ia ucapkan, akhirnya ia pun berkata jujur
“aku sebenarnya suka sama kamu, sangat senang saat kamu mau
mencium aku dan aku juga ingin membalas ciuman kamu itu, tapi ingin aku pantas
untukmu. Aku ingin melakukannya dengan orang yang halal bagiku. Aku ingin
ciuman itu ketika aku sudah merasa sejajar dengan kamu. Karena bagiku kamu
terlalu hebat, dan aku tak pantas untuk cowo sehebat kamu. Andai aku menuruti
nafsuku, mungkin ciuman itu telah terjadi”.
“ Dan aku tidak mau digandeng tadi bukan karena aku malu
jalan sama kamu, tapi ini karena prinsipku, ketika laki-laki seenaknya memegang
atau memeluk wanita, maka wanita itu akan akan terlihat murahan dimata orang
lain. Maaf”, balas Anil.
Lin,
Banjarmasin, 1
November 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar